(Menjadi
Manusia Pembelajar)
1.a. Manusia Pembelajar
Tugas,
tanggung jawab dan panggilan pertama seorang manusia adalah menjadi
pembelajar. Sedangkan pelajaran pertama dan terutama yang perlu
dipelajarinya adalah belajar menjadikan dirinya semanusiawi mungkin.
“Bacalah dengan
nama tuhanmu
yang telah
menciptakan. Dia
menciptakan
manusia dari
segumpal darah.
Bacalah dan
Tuhanmulah yang
paling pemurah.
Yang mengajarkan
(manusia) dengan
perantaraan
kalam. Dia
mengajarkan
manusia apa
yang tidak
diketahuinya.”
(QS. Al Alaq 96:1-5)
Manusia adalah
satu-satunya makhluk yang berpotensi untuk pertama-tama belajar
tentang (learning how to
think) dirinya, kemudian berusaha belajar
menjadi (learning to be)
dirinya itu, dengan cara belajar (learning
how to do) mengekspresikan
potensinya ke dunia luas (inside out).
Siapakah manusia
pembelajar itu?
Salah satu
jawabannya adalah : Setiap orang (manusia) yang bersedia menerima
tanggung jawab untuk melakukan dua hal penting, yakni: pertama,
berusaha mengenali hakikat dirinya, potensi dan bakat-bakat
terbaiknya, dengan selalu berusaha mencari jawaban yang lebih baik
tentang beberapa pertanyaan eksistensial seperti “Siapakah aku?”,
“Dari manakah aku datang?”, “Ke manakah aku akan pergi?”,
“Apakah yang menjadi tanggungjawabku dalam hidup ini?”, dan
“Kepada siapa aku harus percaya?”; dan kedua, berusaha
sekuat tenaga untuk mengaktualisasikan segenap potensinya itu,
mengekspresikan dan menyatakan dirinya sepenuh-penuhnya,
seutuh-utuhnya, dengan cara menjadi dirinya sendiri dan menolak untuk
disbanding-bandingkan dengan segala sesuatu yang “bukan dirinya”.
1.b. Keharusan Belajar dan Keutamaannya
Seorang Muslim
harus menuntut setiap disiplin ilmu pengetahuan yang bermanfaat dari
ahlinya, maka menuntut ilmu itu adalah suatu kewajiban, diantaranya
ada yang wajib ‘ain dan ada yang wajib kifayah atas keseluruhan
umat Islam, baik ilmu pengetahuan agama maupun ilmu pengetahuan
duniawi (sains), dari apa yang dibutuhkan oleh individu ataupun
masyarakat.
Sesungguhnya ilmu
itu hanyalah dicapai dengan belajar, dan Allah telah memberikan
kepada manusia perangkat ilmu pengetahuan, maka tidak boleh baginya
untuk tidak menfungsikannya.
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan
tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati agar kamu bersyukur.” (QS. An Nahl 16:78)
Dan Al-Qur’an
melarang untuk mengikuti apa yang tidak ada dalil bagi manusia yang
menunjukkan kebenarannya.
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya
pendengaran,
penglihatan dan
hati, semuanya
itu akan
diminta
pertanggungan
jawabnya.” (QS.
Al-Isra’
17:136)
Ilmu
itu harus didahulukan atas amal, karena ilmu merupakan petunjuk dan
pemberi arah amal yang akan dilakukan.
Ilmu
pengetahuanlah yang menyebabkan rasa takut kepada Allah dan
mendorong manusia kepada amal perbuatan.
Ilmu
pengetahuanlah yang mampu membedakan antara yang haq dan,yang
bathil dalam keyakinan umat manusia.
1.b.i. Pengarahan Al-Qur’an untuk mencari ilmu
“Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.” (QS.
Thaahaa 20:114)
“Katakanlah, “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang
berakallah yang dapat menerima pelajaran”. (QS. Az-Zumar 39:9)
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara
kalian dan orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Mujadilah 58:11)
“Sesungguhnya yang
takut kepada
Allah di
antara
hamba-hamba-Nya
hanyalah para
ulama.
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (Fathir
35:28)
1.b.ii. Pengarahan As Sunnah untuk mencari ilmu
“Mencari ilmu itu wajib atas setiap orang Islam. Dan orang yang
mengajarkan ilmu pada orang yang bukan ahlinya seperti orang yang
memakaikan kalung permata, mutiara, emas pada leher babi.” (HR.
Ibnu Majah)
“Kelebihan seorang alim daripada seorang ibadat, bagaikan
kelebihanku terhadap orang yang terendah di antara kamu. Kemudian
Nabi bersabda pula: Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya dan
semua penduduk langit dan bumi hingga semut yang di dalam lobangnya
dan ikan-ikan selalu mendo’akan kepada guru-guru yang mengajarkan
kebaikan kepada manusia.” (HR. Attirmidzi)
“Siapa yang dikehendaki oleh Allah akan mendapat kebaikan, maka
dipandaikan dalam agama.” (HR. Bukhari, Muslim)
“Seutama-utamanya sedekah ialah bahwa seseorang muslim belajar
suatu ilmu kemudian ia ajarkan kepada saudaranya yang muslim” (HR.
Ibnu Majah)
“Seorang ahli fikih (berilmu) adalah lebih berat bagi syaitan
untuk menggodanya daripada seribu ahli ibadah” (HR. Tirmidzi, Ibnu
Majah dan Baihaqi)
“Tidak boleh menginginkan kepunyaan orang lain melainkan dua
macam. Orang yang diberi oleh Allah kekayaan, maka dipergunakan untuk
membela haq kebenaran dan orang yang diberi oleh Allah ilmu
pengetahuan, hikmat maka diajarkan kepada semua orang.” (HR.
Bukhari, Muslim)
“Keutamaan ilmu itu lebih dari keutamaan ibadah, dan
sebaik-baiknya agama kamu ialah keshalehan.” (HR. Thabrani)
“Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang diberikan oleh Allah kepada
saya bagaikan hujan yang turun ke tanah, maka sebagian ada tanah yang
subur (baik) dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan serta rumput yang
banyak sekali. Dan ada pula tanah yang keras menahan air, hingga
berguna untuk minuman dan penyiram kebun tanaman, dan ada beberapa
tanah hanya keras-kering tidak dapat menahan air dan tidak pula
menumbuhkan tumbuh-tumbuhan. Demikianlah contoh orang yang pandai di
dalam agama Allah dan mempergunakan apa yang diberikan Allah kepadaku
lalu mengajar, dan perumpamaan orang yang tidak dapat menerima
petunjuk Allah yang telah ditugaskan kepadaku.” (HR. Bukhari,
Muslim)
“Siapa yang berjalan di suatu jalan untuk menuntut ilmu
pengetahuan, Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga.” (HR.
Muslim)
“Jika mati seorang anak Adam (manusia) maka terputuslah amal
usahanya sendiri kecuali tiga: Sedekah yang berjalan terus. Ilmu
pengetahuan yang berguna. Anak yang saleh yang selalu mendo’akan
padanya.” (HR. Muslim)
“Siapa yang keluar berusaha untuk mencari ilmu maka ia berada di
jalan Allah sehingga ia kembali” (HR. Tirmidzi)
Riwayat dari Abu Hasan Almawardi menyatakan bahwa Rasulullah SAW.
telah bersabda, yang maksudnya, “Siapa yang inginkan kebahagiaan di
dunia, maka hendaklah ia berilmu, dan siapa yang inginkan kebahagiaan
di akhirat, maka hendaklah ia berilmu, dan siapa yang inginkan
kedua-duanya maka hendaklah ia berilmu.”
Abu Darda’ r.a. berkata: Saya telah mendengar Rasuluah saw.
bersabda: Siapa yang melalui suatu jalan untuk menuntut ilmu Allah
akan memudahkan baginya jalan ke sorga. Dan para malaikat selalu
meletakkan sayapnya menaungi para pelajar, karena senang dengan
perbuatan mereka. Dan seorang alim dimintakan ampun oleh penduduk
langit dan bumi dan ikan-ikan di dalam air. Kelebihan seorang alim
atas seorang ahli ibadat bagaikan kelebihan sinar bulan atas
lain-lain bintang. Dan sesungguhnya ulama (guru-guru) sebagai waris
dari nabi-nabi. Sesungguhnya Nabi tidak mewariskan uang dinar atau
dirham hanya mereka mewariskan ilmu, maka siapa yang telah
mendapatkannya berarti telah mengambil bagian yang besar. (HR. Abu
Dawud, Attirmidzi)
Abdullah bin
Amru bin
Al-‘Ash
ra. berkata:
Saya telah
mendengar
Rasulullah saw.
bersabda:
Sesungguhnya
Allah tidak
akan mencabut
ilmu pengetahuan
dari orang-orang
begitu saja,
tetapi akan
mencabutnya
dengan matinya
orang-orang alim,
maka orang-orang
akan mengangkat
orang-orang yang
bodoh untuk
memimpin mereka,
maka jika
ditanya, akan
memberikan
fatwanya tidak
berdasarkan ilmu
pengetahuan (akan
menjawab dengan
kebodohan) hingga
sesat dan
menyesatkan. (HR.
Bukhari, Muslim)
1.b.iii. Pengarahan ulama untuk mencari ilmu
Imam Hasan al-Bashri mengucapkan perkataan yang sangat dalam
artinya : "Orang yang beramal tetapi tidak disertai dengan ilmu
pengetahuan tentang itu bagaikan orang yang melangkahkan kaki tetapi
tidak meniti jalan yang benar. orang yang melakukan sesuatu tetapi
tidak memiliki pengetahuan tentang sesuatu itu, maka dia akan
membuat kerusakan yang lebih banyak daripada perbaikan yang
dilakukan. Carilah ilmu selama ia tidak mengganggu ibadah yang
engkau lakukan. Dan
beribadahlah
selama ibadah
itu tidak
mengganggu
pencarian ilmu
pengetahuan."
1.b.iv. Pengarahan beberapa tokoh untuk mencari ilmu
“Tidak belajar satu hari berarti mundur satu hari.” (Jakob
Sumardjo)
“Belajar dan mengajar secara berkesinambungan harus menjadi
bagian dari pekerjaan.” (Peter F. Drucker)
“Mereka yang buta huruf (illiterate) di abad ke-21 bukanlah
orang-orang yang tidak bisa membaca dan menulis, namun mereka yang
tidak bisa belajar, melupakan ajaran-ajaran masa lalu, dan kembali
belajar (learn, unlearn and relearn)” (Alvin Toffler)
“Kesenangan belajar
memisahkan kaum
muda dengan
kaum tua.
Sepanjang Anda
bersedia belajar,
Anda tidak
pernah menjadi
tua.” (Rosalyn
S.Yallow)
1.c. Visi Pembelajaran
Proses
pembelajaran atau pendidikan memungkinkan seseorang menjadi lebih
manusiawi (being humanize) sehingga disebut
dewasa dan mandiri. Itulah visi atau tujuan dari proses pembelajaran.
Perbedaan antara
kanak-kanak dengan orang dewasa dapat diringkas dalam satu kata :
kemampuan. Kemampuan ini umumnya dikaitkan dengan sedikitnya
tiga hal berikut : pengetahuan, sikap dan keterampilan.
Kanak-kanak
memiliki pengetahuan yang amat terbatas hampir dalam segala hal, baik
tentang dirinya, orang lain, alam semesta, apalagi tentang Sang
Khalik. Kanak-kanak juga belum mampu menentukan sikap, apakah harus
positif atau negatif, kritis atau menerima, terhadap hampir semua hal
yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Dalam hal keterampilan pun
sama saja, entah itu yang bersifat teknis-pertukangan maupun
nonteknis pertukangan (komunikasi, kepemimpinan, manajemen dan human
skills lainnya). Jadi pertumbuhan seorang kanak-kanak
menjadi manusia dewasa sesungguhnya ditandai dengan perkembangan
kemampuan-nya. Ia
menjadi semakin
mampu,
semakin berdaya,
dan semakin
merdeka
dari hal-hal
yang di
luar dirinya.
Seorang
kanak-kanak dapat
tumbuh dan
berkembang
menjadi dewasa.
Ia dapat
karena ia
memiliki potensi
dalam
dirinya. Potensi
itu tidak
diberikan oleh
siapa-siapa.
Potensi itu
diberikan oleh
Sang Pencipta
kepada diri
manusia sebagai
ciptaan-Nya. Dan
potensi itu
diberikan untuk
diaktualisasikan,
dinyatakan,
diberdayakan,
dimerdekakan,
dijadikan actual,
dikembangkan,
diasah
terus-menerus dan
pada gilirannya
kelak
dipertanggungjawabkan
kepada Sang
Pemberi.
Bertumbuh
menjadi dewasa dan mandiri berarti semakin mampu bertanggung jawab
atas diri sendiri dan menolak pendiktean atau pemaksaan kehendak dari
apa pun yang berada di luar diri. Bertumbuh menjadi dewasa dan
mandiri berarti semakin mampu menyatakan, mengaktualisasikan,
mengeluarkan potensi-potensi yang dipercayakan (dititipkan) Sang
Pencipta. Bertumbuh menjadi dewasa dan mandiri berarti semakin
menjadi diri sendiri dan menjauhkan kecenderungan suka meniru dan
sekadar ikut-ikutan. Bertumbuh menjadi dewasa dan mandiri berarti
semakin mengenal diri, semakin jujur dengan diri sendiri, semakin
otentik dan menjadi semakin unik tak terbandingkan.
Proses
pembelajaran
seorang anak
manusia
memungkinkan
dirinya mengalami
berbagai
“keajaiban”.
Ia mengalami
transformasi
diri, dari
belum/tidak
mampu
menjadi mampu.
Dan transformasi
diri secara
“ajaib” itu
seharusnya terus
(atau dapat)
terjadi sepanjang
hayat, asalkan
ia tidak
berhenti belajar.
1.d. Belajar Tanpa Henti
Persoalannya
adalah, sebagian besar manusia tidak mendisiplinkan dirinya untuk
tetap belajar tanpa henti. Sebagian besar manusia berhenti belajar
setelah “merasa dewasa”. Sikap gede rasa ini umumnya disebabkan
oleh “kebodohan” yang bersifat sosial dan mental/psiko-spiritual.
Sebagian orang merasa telah dewasa karena telah berusia di atas 17
atau 21 tahun, telah selesai sekolah atau kuliah, telah memiliki
gelar akademis, telah memiliki pasangan hidup (kawin), telah memiliki
pekerjaan dan jabatan yang memberinya nafkah lahiriah, telah beranak
pinak, telah kaya rata, dst. Hal-hal itu membuat mereka berhenti
belajar, sehingga tidak lagi mengalami keajaiban –keajaiban dalam
kehidupannya.
Dengan
merasa dewasa seperti itu, maka proses “pembodohan” dan bahkan
“pembinatangan” (bahasa halusnya dehumanisasi) dimulai.
Sebagai
contoh, seorang
yang merasa
telah tamat
dari sekolah
dan universitas,
sudah pasti
merasa mampu
mendengarkan. Ia
kemudian berhenti dalam arti tidak lagi belajar untuk
bersungguh-sungguh mendengarkan. Mendengarkan (hearing),
misalnya, harus dibedakan dengan mendengarkan atau menyimak
(listening). Hearing berhubungan dengan telinga
(fisik), sedangkan listening berhubungan dengan aspek
non-fisik (social, mental dan spiritual). Listening juga dapat
dibedakan antara selective listening,
attentive listening dan empathic
listening.
Orang-orang
yang merasa
dewasa juga
umumnya mampu
berbicara. Akan
tetapi mereka
sering kali
tidak mampu
(tidak belajar
lagi untuk)
menyampaikan isi
kepalanya
(ide-ide dan
gagasan-gagasan
brilian) untuk
dapat dipahami
atau dimengerti
oleh orang
lain. Mereka
sering kali
talking,
tetapi tidak
sampai speaking.
Singkatnya,
kebanyakan
manusia usia
dewasa dan
terutama bekas
anak sekolahan,
hanya besar
secara fisik,
tetapi secara
sosial, mental,
dan spiritual
mereka “kerdil”.
Sekolah dan
universitas
ternyata “sukses”
dalam satu
hal :
mencetak
manusia-manusia
yang menjadi
tua (growing
older).
Akan tetapi
tidak pernah
sungguh-sungguh
menjadi dewasa
(growing
up).
1.e. Belajar kepada siapa saja
Belajarlah
suatu ilmu kepada ahlinya siapapun dia. Tentu untuk mengetahui
ilmu-ilmu diniyah kita akan belajar kepada ustadz/ulama. Tetapi untuk
mempelajari ilmu-ilmu dunia, tidak bermasalah jika kita belajar
kepada orang kafir. Sebagian mereka telah lebih dapat mempark-tikkan
teori-teori cara hidup daripada orang-orang muslim.
“Hikmah adalah barang hilang milik kaum muslimin. Di mana saja
ia ditemukan, kaum muslimin berhak memilikinya.”
Tetapi untuk
menjaga aqidah dan fikrah kita, kita harus memiliki keseimbangan
antara menggali ilmu dari orang kafir dengan menggali ilmu dari
seorang muslim. Jangan sampai ilmu yang kita pelajari dari orang
kafir malah menyesatkan aqidah/fikrah kita. Katakanlah jika kita
mempelajari sebuah buku tulisan orang kafir maka kita perlu
mengimba-nginya dengan mempelajari sepuluh buku karya ulama Islam.
1.f. Tahapan-tahapan pembelajar
Proses
pembelajaran bermuara pada tri tugas, tanggung jawab dan panggilan
universal untuk semua orang (manusia), yakni :
Pertama,
menjadi seorang pembelajar (becoming a
learner, learning individual)
Kedua,
menjadi seorang pemimpin (becoming a leader).
Semua orang adalah pemimpin. Tetapi potensi kepemimpinan dalam
diri manusia itu harus diaktualisasikan keluar, direalisasikan,
dinyatakan dijadikan factual. Dengan proses pembelajaran, manusia
dapat mengaktualisasikan dirinya, sehingga menjadi apa yang disebut
“pemimpin”. (becoming a leader,
yang menciptakan learning organization)
Ketiga,
meenjadi seorang guru (becoming a guru).
Saat seseorang telah disebut-sebut sabagai “pemimpin
besar” (a great leader),
maka ia juga menjadi guru yang menciptakan learning
society.
|
PEMBELAJAR
|
PEMIMPIN
|
GURU
|
POSISI TINGKAT |
Dasar |
Menengah |
Tinggi |
KEBUTUHAN |
|
|
|
PENGARUH |
|
|
|
MENGUTAMAKAN |
|
|
|
SUMBER INSPIRASI |
|
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar